Selamat Datang di Dini's Corner, Blog yang dibuat oleh orang yang maniak dengan petualangan. Just enjoy my posting! Check it Out ! Kisah Mendebarkan Tiga Pendaki Saat Merapi Meletus | Dini's Corner

.

Powered by Blogger.

FT (Five Treasure) Island Logo
RSS

Kisah Mendebarkan Tiga Pendaki Saat Merapi Meletus






Tiga pemuda asal Wonogiri dan Boyolali lolos dari bahaya semburan Merapi, yang terjadi pada Senin (18/11/2013) pagi kemarin. Ketiga pemuda itu terdiri atas Kristoforus Ivan Pramudya Wardhana (25), warga Wonokarto, Kota Wonogiri. Kemudian Geri Eka Putra (28), juga warga Wonokerto, serta Nugraha Nur Hambara (25), pemuda asal Simo,Boyolali. Mereka terhindar dari bahaya setelah terhalang badai dan bertahan di Pos II jalur Selo setelah mendaki sejak Minggu (17/11/2013) pukul 10.30.


Kalau saja perjalanan mereka mulus, dan melaju hingga puncak Merapi menikmati matahari terbit, terbayang bencana yang mereka alami. Mereka bisa saja tersambar letusan, atau setidaknya bakal menyaksikan peristiwa mengerikan di depan matanya.


Ivan dan kawan-kawan justru tidak tahu Merapi kemarin pagi meletus, dan baru "ngeh" setelah tiba di base camp New Selo, serta sanak keluarga mencari-cari mereka. Ivan lantas menceritakan kronologi pendakian mereka sejak tiba di Selo Minggu (17/11) pukul 10.00.


Mereka segera naik ke base camp New Selo di Dusun Plalangan, Lencoh, Boyolali, menitipkan sepeda motor. Setelah sesaat istirahat, mereka memulai pendakian pukul 10.30, tanpa pemandu. Perjalanan cukup berat dan baru sekitar pukul 16.30 mereka tiba di Pos II.


Tak mau menempuh risiko karena sudah malam, Ivan dan kawan-kawan mendirikan tenda di lokasi tersebut. Sekitar pukul 23.30, badai menderu-deru menggoyahkan tenda mereka. Cuaca sangat buruk. Mendung hitam pekat menggelantung, diselingi hujan gerimis.


Ketiganya bertahan di dalam tenda, sembari memasak untuk makan malam. Terpaan angin semakin kuat, dan Ivan, heri, Nugraha hanya bisa berdoa meminta keselamatan kepada Tuhan. Dalam pikiran mereka hanya ingin melihat matahari terbit esok hari di puncak.


Dalam situasi sulit, didera kelelahan, dan posisinya yang bertahan tak bisa ke mana-mana, ketiganya akhirnya tertidur. Pagi berikutnya sekitar pukul 04.30, Geri terbangun dan keluar tenda melihat suasana sekitar. Cuacanya masih sama, hanya angin dan kabut putih tebal yang menyapa.


Cuaca buruk


Geri kembali kembali tenda, menyeduh kopi untuk bertiga. Mereka semua bertahan di tenda yang seakan hendak diterbangkan angin.


"Puji Tuhan tenda kami kuat saat itu," kata Ivan. Pendakian akhirnya hanya sampai di Pos II setelah mereka memutuskan turun sekitar pukul 12.00.


Indahnya sun rise mereka lupakan. Setelah bongkar tenda, Ivan cs turun. Di perjalanan mereka akhirnya bertemu seorang anggota SAR Boyolali yang mencari mereka. Di situlah mereka baru tahu, Merapi ternyata baru saja meletus.


Mereka tiba dengan selamat di base camp Plalangan sekitar pukul 16.30. Selanjutnya meneruskan perjalanan ke kantor SARBoyolali. Mereka sudah ditunggu keluarga. Saat datang mereka masih bisa tersenyum dan menceritakan kisahnya dengan keluarganya.


Wajah mereka tidak menunjukan tanda-tanda ketakutan. Mereka malah mengklarifikasi bahwa mereka tidak tersesat, hanya turun perlahan karena kondisi fisiknya yang kelelahan.


"Saya tidak tahu kalau Merapi meletus, tahunya sampai bawah dan keluarga pada bingung mencari saya, padahal saya tidak apa-apa," kata Ivan.


Suasana gelap


Ironi dari kisah Ivan dkk ini dialami Gimar (23), warga Plalangan. Ia tinggal di rumah yang biasa dititipi kendaraan para pendaki. Gimar merasakan drama letusan Merapi pada Senin pagi, tepat saat ia bangun tidur.


Gimar meloncat dan buru-buru membangunkan anak, istri, serta ayah dan ibunya, untuk segera keluar rumah. Matanya terbelalak ketika membuka pintu. Suasana di luar rumah sangat gelap, dan suara gemuruh terdengar tak putus-putus dari arah puncak Merapi.


"Warga keluar semua mendengar suara gemuruh dari Mrapi," kata Gimar.


Tak lama kemudian suara gemuruh itu menghilang. Cuaca baru mulai cerah sekitar pukul 08.00. "Ini biasa terjadi. Saya kagetnya itu karena kejadiannya tepat saat bangun tidur," ungkapnya.


Dentuman letusan Merapi juga terdengar dari wilayah Cepogo,Boyolali. Wiryo Sumarto (61) warga Ngarsopuro, Meliwis, Cepogo mengatakan saat hendak salat Subuh ia mendengar dentuman seperti petir. Saat keluar awan hitam terlihat di angkasa seperti bersaput kabut.


Tak lama kemudian hujan abu mengguyur. Atap rumah, tanaman, jalanan, dan semua yang berada di tempat terbuka berubah jadi putih keabuan. Camat Cepogo, Siti Askariyah, menyatakan masyarakat daerahnya sudah siap menghadapi bencana, termasuk erupsi Merapi.(yan)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment